BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker payudara merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. di Indonesia, kanker payudara termasuk tersering ditemukan pada wanita setelah kanker serviks. Insiden kanker payudara meningkat sesuai dengan bertambahnya usia.
Namun belum begitu banyak orang yang menyadari begitu bahayanya penyakit yang disebabkan oleh neoplasama, hal ini tentunya sangat memprihatinkan bagi masyarakat Indonesia. Hal ini ada beberapa faktor yang mempengaruhi diantaranya kurangnya pengetahuan tentang penyakit neoplasma dan pendidikan yang belum merata dimasyarakat Indonesia
Oleh karena itu sangatlah diharapkan melalui referat ini agar masyarakat luas memahami atau paling tidak hanya sekedar mengetahui mengenai neoplasma ini, karena pengetahuan tersebut tentunya sangat berguna bagi kita semua.
Cystosarcoma phyllodes adalah jarang, terutama tumor jinak yang terjadi hampir semata-mata pada payudara wanita. Namanya berasal dari kata Yunani sarcoma, yang berarti tumor berdaging, dan phyllo, yang berarti daun. Dengan nyata sekali, tumor menampilkan karakteristik yang besar, sarkoma ganas, mengambil tampilan seperti-daun ketika dipotong, dan menampilkan epitel, ruang seperti-kista bila dilihat secara histologis (karena itu namanya). Karena sebagian besar tumor itu jinak, namanya dapat menyesatkan. Dengan demikian, terminologi yang disukai sekarang adalah tumor filodes.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan tujuan melaksanakan askeb pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi ?
2. Apa pengertian mastitis, fibrio adenoma, dan kista sarcoma filodes ?
3. Apa etiologi, jenis, tanda dan gejala, dan patofisiologi dari mastitis, fibrio adenoma dan kista sarcoma filodes ?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
- untuk menambah pengetahuan bagi pembaca
- dapat mengaplikasikan teori yang didapat
2. Tujuan Khusus
- untuk mengetahui tujuan melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu
dengan gangguan sistem reproduksi
- untuk mengetahui teori tentang mastitis, fibrio adenoma, dan kista
sarcoma filodes
D. Manfaat
- Penulisan laporan makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu
pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa ataupun bagi yang membacanya,
sehingga dapat mengaplikasikannya dalam memberikan asuhan kebidanan
BAB II
TINJAUAN TEORI
MELAKSANAKAN ASKEB PADA IBU DENGAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI DAN PADA MAMAE
I. Pengertian
Yaitu malaksanakan asuhan kebidanan pada ibu dengan melakukan pendekatan secara pribadi agar ibu lebih terbuka dan merasa nyaman.
Tindakan sebagai bidan dalam melaksanakan askeb pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi yaitu :
a. melakukan anamnesa (untuk mendapatkan suatu data)
b. melakukan pendekatan pada ibu dan berkomunikasi dengan baik
c. melakukan pemeriksaan
d. menjelaskan tentang bahaya gangguan pada sistem reproduksi
e. mengambil keputusan dengan benar dan tepat
sistem reproduksi pada wanita yaitu : pada ovarium , saluran telur, rahim, leher rahim, vagina, atau vulva.
a. Ovarium
Ovarium (indung telur) berjumlah sepasang, berbentuk oval dengan panjang 3 – 4 cm. Ovarium berada di dalam rongga badan, di daerah pinggang. Umumnya setiap ovarium menghasilkan ovum setiap 28 hari. Ovum yang dihasilkan ovarium akan bergerak ke saluran reproduksi.
Fungsi ovarium yakni menghasilkan ovum (sel telur) serta hormon estrogen dan progesteron.
b. Saluran reproduksi
Saluran reproduksi (saluran kelamin) terdiri dari oviduk, uterus dan vagina.
c. Oviduk
Oviduk (tuba falopii) atau saluran telur berjumlah sepasang (di kanan dan kiri ovarium) dengan panjang sekitar 10 cm. Bagian pangkal oviduk berbentuk corong yang disebut infundibulum. Pada infundibulum terdapat jumbai-jumbai (fimbrae). Fimbrae berfungsi menangkap ovum yang dilepaskan oleh ovarium. Ovum yang ditangkap oleh infundibulum akan masuk ke oviduk. Oviduk berfungsi untuk menyalurkan ovum dari ovarium menuju uterus.
d. Uterus
Uterus (kantung peranakan) atau rahim merupakan rongga pertemuan oviduk kanan dan kiri yang berbentuk seperti buah pir dan bagian bawahnya mengecil yang disebut serviks (leher rahim). Uterus manusia berfungsi sebagai tempat perkembangan zigot apabila terjadi fertilisasi. Uterus terdiri dari dinding berupa lapisan jaringan yang tersusun dari beberapa lapis otot polos dan lapisan endometrium. Lapisan endometrium (dinding rahim) tersusun dari sel-sel epitel dan membatasi uterus. Lapisan endometrium menghasilkan banyak lendir dan pembuluh darah. Lapisan endometrium akan menebal pada saat ovulasi (pelepasan ovum dari ovarium) dan akan meluruh pada saat menstruasi.
e. Vagina
Vagina merupakan saluran akhir dari saluran reproduksi bagian dalam pada wanita. Vagina bermuara pada vulva. Vagina memiliki dinding yang berlipat-lipat dengan bagian terluar berupa selaput berlendir, bagian tengah berupa lapisan otot dan bagian terdalam berupa jaringan ikat berserat. Selaput berlendir (membran mukosa) menghasilkan lendir pada saat terjadi rangsangan seksual. Lendir tersebut dihasilkan oleh kelenjar Bartholin. Jaringan otot dan jaringan ikat berserat bersifat elastis yang berperan untuk melebarkan uterus saat janin akan dilahirkan dan akan kembali ke kondisi semula setelah janin dikeluarkan.
Gangguan pada Sistem Reproduksi Wanita
a. Gangguan menstruasi
Gangguan menstruasi pada wanita dibedakan menjadi dua jenis, yaitu amenore primer dan amenore sekunder. Amenore primer adalah tidak terjadinya menstruasi sampai usia 17 tahun dengan atau tanpa perkembangan seksual. Amenore sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi selama 3 – 6 bulan atau lebih pada orang yang tengah mengalami siklus menstruasi.
b. Kanker genitalia
Kanker genitalia pada wanita dapat terjadi pada vagina, serviks dan ovarium.
c. Kanker vagina
Kanker vagina tidak diketahui penyebabnya tetapi kemungkinan terjadi karena iritasi yang diantaranya disebabkan oleh virus. Pengobatannya antara lain dengan kemoterapi dan bedah laser.
f. Kanker serviks
Kanker serviks adalah keadaan dimana sel-sel abnormal tumbuh di seluruh lapisan epitel serviks. Penanganannya dilakukan dengan mengangkat uterus, oviduk, ovarium, sepertiga bagian atas vagina dan kelenjar limfe panggul.
g. Kanker ovarium
Kanker ovarium memiliki gejala yang tidak jelas. Dapat berupa rasa berat pada panggul, perubahan fungsi saluran pencernaan atau mengalami pendarahan vagina abnormal. Penanganan dapat dilakukan dengan pembedahan dan kemoterapi.
h. Endometriosis
Endometriosis adalah keadaan dimana jaringan endometrium terdapat di luar uterus, yaitu dapat tumbuh di sekitar ovarium, oviduk atau jauh di luar uterus, misalnya di paru-paru.
Gejala endometriosis berupa nyeri perut, pinggang terasa sakit dan nyeri pada masa menstruasi. Jika tidak ditangani, endometriosis dapat menyebabkan sulit terjadi kehamilan. Penanganannya dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan, laparoskopi atau bedah laser.
h. Infeksi vagina
Gejala awal infeksi vagina berupa keputihan dan timbul gatal-gatal. Infeksi vagina menyerang wanita usia produktif. Penyebabnya antara lain akibat hubungan kelamin, terutama bila suami terkena infeksi, jamur atau bakteri.
II. Tujuan
- Untuk mencegah terjadinya gangguan sistem reproduksi ataupun menangani secara cepat dan tepat ( penyakit yang di derita dapat diatasi).
III. Jenis, etiologi, patofisiologi pada ibu penyakit pada mamae
A. Mastitis
a. Pengertian
Mastitis atau biasa juga disebut dengan abses/ nanah pada payudara/ peradangan payudara.
Abses (nanah) payudara, pengumpulan nanah lokal di dalam
payudara, merupakan komplikasi berat dari mastitis.
Mastitis ini dapat terjadi kapan saja sepanjang periode menyusui, tapi paling sering terjadi antara hari ke-10 dan hari ke-28 setelah kelahiran.
b. Jenis
Ada 2 macam :
1. Mastitis infeksi (kuman yang masuk ke saluran air susu di puting
payudara melalui perantaraan mulut atau hidung bayi Anda saat
menyusui
2. Mastitis non-infeksi (saluran air susu yang tersumbat atau juga
karena posisi menyusui yang salah.
c. Penyebab
- adanya bakteri jenis staphylococcus aureus
- adanya sumbatan pada saluran ASI
- Payudara bengkak yang tidak disusukan secara adekuat.
- Bra yang terlalu ketat.
- Puting susu lecet yang menyebabkan infeksi.
- Asupan gizi kurang, istirahat tidak cukup dan terjadi anemia.
d. Patofisiologi
Pada awalnya bermula dari kuman penyebab mastitis yaitu puting susu yang luka atau lecet dan kuman tersebut berkelanjutan menjalar ke duktulus-duktulus dan sinus sehingga mengakibatkan radang pada mamae. Radang duktulus-duktulus menjadi edematus dan akibatnya air susu tersebut terbendung.
e. Gambaran Klinis Pada Ibu (tanda dan gejala)
Jika sudah terinfeksi, payudara akan bengkak dan terasa nyeri, terasa keras saat diraba dan tampak memerah, permukaan kulit dari payudara yang terkena infeksi juga tampak seperti pecah-pecah. Badan demam seperti terserang flu. Namun bila karena sumbatan tanpa infeksi, biasanya badan tidak terasa nyeri dan tidak demam. Pada payudara juga tidak teraba bagian yang keras dan nyeri, serta merah.
f. Penatalaksanaan
- Payudara dikompres dengan air hangat.
- Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan pengobatan analgetika.
- Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotika.
- Bayi mulai menyusu dari payudara yang mengalami peradangan.
- Anjurkan ibu selalu menyusui bayinya.
- Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan
istirahat cukup.
B. Fibrio Adenoma
a. Pengertian
Fibroadenoma mammae adalah tumor jinak yang sering terjadi di payudara.
Benjolan tersebut berasal dari jaringan fibrosa (mesenkim) dan jaringan glanduler (epitel) yang berada di payudara,
sehingga tumor ini disebut sebagai tumor campur (mix tumor),
tumor tersebut dapat berbentuk bulat atau
oval, bertekstur kenyal atau padat, dan biasanya nyeri. Fibroadenoma ini dapat kita gerakkan dengan mudah karena pada tumor ini terbentuk kapsul sehingga dapat mobil, sehingga sering disebut sebagai ”breast mouse”.Banyak terjadi pada wanita usia 20 – 25 tahun; berhubungan dengan hormon estrogen
Fibroadenoma adalah suatu tumor jinak yang merupakan pertumbuhan yang meliputi kelenjar dan stroma jaringan ikat. Fibroadenoma mammae adalah tumor jinak pada payudara yang bersimpai jelas, berbatas jelas, soliter, berbentuk benjolan yang dapat digerakkan.
b. Jenis
Pembagian fibroadenoma berdasarkan histologik yaitu :
1. Fibroadenoma Pericanaliculare
Yakni kelenjar berbentuk bulat dan lonjong dilapisi epitel selapis atau beberapa lapis.
2. Fibroadenoma intracanaliculare
Yakni jaringan ikat mengalami proliferasi lebih banyak sehingga kelenjar berbentuk panjang-panjang (tidak teratur) dengan lumen yang sempit atau menghilang.
Pada saat menjelang haid dan kehamilan tampak pembesaran sedikit dan pada saat menopause terjadi regresi.
c. Penyebab
- Peningkatan Estrogen
- Genetik : payudara
- Faktor-faktor predisposisi : Usia
d. Patofisiologi
Fibroadenoma merupakan tumor jinak payudara yang sering ditemukan pada masa reproduksi yang disebabkan oelh beberapa kemungkinan yaitu akibat sensitivitas jaringan setempat yang berlebihan terhadap estrogen sehingga kelainan ini sering digolongkan dalam mamary displasia.
Fibroadenoma biasanya ditemukan pada kuadran luar atas, merupakan lobus yang berbatas jelas, mudah digerakkan dari jaringan di sekitarnya. Pada gambaran histologis menunjukkan stroma dengan proliferasi fibroblast yang mengelilingi kelenjar dan rongga kistik yang dilapisi epitel dengan bentuk dan ukuran yang berbeda.
e. Gambaran Klinis Pada Ibu (tanda dan gejala)
a. Secara makroskopik : tumor bersimpai, berwarna putih keabu- abuan pada penampang tampak jaringan ikat berwarna putih, kenyal
b. Ada bagian yang menonjol ke permukaan
c. Ada penekanan pada jaringan sekitar
d. Ada batas yang tegas
e. Bila diameter mencapai 10 – 15 cm muncul Fibroadenoma raksasa
(Giant Fibroadenoma )
f. Memiliki kapsul dan soliter
g. Benjolan dapat digerakkan
h. Pertumbuhannya lambat
i. Mudah diangkat dengan lokal surgery
j. Bila segera ditangani tidak menyebabkan kematian
f. Penatalaksanaan
a. Pemeriksaan Diagnostik
Biopsi, pembedahan, Hormonal, PET (Positron Emision Tomografi ),
Mammografi, Angiografi, MR, CT–Scan, Foto Rontqen ( x – ray ) Blood Study, eksisi.
C. Kista Sarcoma Filodes
a. Pengertian
Tumor filodes di payudara, merupakan tumor yang jarang terjadi dibandingkan dengan fibroadenoma bermula dari intralobular stroma dan jarang disebabkan oleh fibroadenoma.
Tumor filodes (sistosarkoma filoides) merupakan suatu neoplasma jinak yang bersifat menyusup (invasive) secara local dan dapat menjadi ganas (10-15%). Pertumbuhannya cepat dan dapat ditemukan dalam ukuran yang besar. Tumor ini terdapat pada semua usia, tetapi kebanyakan terdapat pada usia sekitar 45 tahun.
Tumor filodes ini dapat berukuran kecil sekitar 3-4 cm, dan dapat pula dalam ukuran yang sangat besar dan membuat payudara menjadi besar (bengkak).
b. Penyebab
Tumor ini bias berasal dari fibroadenoma selular yang telah ada dan sekarang telah mengandung satu atau lebih komponen asal measenkima. Diferensiasi dari fibroadenoma didasarkan atas lebih besarnya derajat selularitas stroma, pleomorfisme selular, inti hiperkromatikdan gambaran mitosis dalam jumlah yang bermakna. Protrusio khas massa polopoid stroma hiperplastik ke dalam kanalikuli yang tertekan menghasilkan penampilan seperti daun yang menggambarkan istilah filodes
c. Patofisiologi
Bermula dari intralobular stroma dan jarang disebabkan oleh fibroadenoma. tumor payudara ini biasanya tumbuh cepat, terkadang jinak, terkadang di batas antara jinak dan ganas dan terkadang ganas.
Tumor filodes (sistosarkoma filoides) merupakan suatu neoplasma jinak yang bersifat menyusup (invasive) secara local dan dapat menjadi ganas (10-15%). Pertumbuhannya cepat dan dapat ditemukan dalam ukuran yang besar. Tumor ini terdapat pada semua usia, tetapi kebanyakan terdapat pada usia sekitar 45 tahun.
Tumor filodes ini dapat berukuran kecil sekitar 3-4 cm, dan dapat pula dalam ukuran yang sangat besar dan membuat payudara menjadi besar (bengkak).
d. Gambaran Klinis Pada Ibu (tanda dan gejala)
- Kulit di atas tumor mengkilap, regang, tipis, merah & pembuluh2
balik melebar & panas
- Jarang tjd mestastasis (pembesaran kelenjar regional)
- Tumor tumbuh cepat; nekrosis & radang pd kulit
e. Penatalaksanaan
- mastektomi dengan pengangkatan fasia pektoralis
- radiasi pasca bedah
BAB III
PENUTUP
A.KESIMPULAN
- Gangguan pada sistem reproduksi wanita meliputi : gangguan menstruasi,
kanker genitalia, kanker vagina, kanker serviks, kanker ovarium,
endometriosis, infeksi vagina
- Gangguan pada mamae meliputi : mastitis, fibrio adenoma, kista sarcoma
Filodes, dll.
- Setiap melakukan asuhan kebidanan harus diawali dengan komunikasi yang
Baik.
B. SARAN
- Sebaiknya pasien menjalani pemeriksaan penunjang sebelum melaksanakan
tindakan mastektomi.
- Mastektomi perlu dilakukan untuk mencegah metastasis lebih lanjut.
Sebaiknya suami pasien disarankan untuk berhenti merokok.
- Untuk orang yang memiliki faktor risiko dan presdisposisi terhadap neoplasma tertentu diharapkan selalu menjaga kesehatan dengan melakukan gaya hidup sehat untuk mencegah munculnya neoplasma tersebut, serta sebaiknya melakukan pemeriksaan kesehatan rutin.
DAFTAR PUSTAKA
- Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia.
- bayisehat.com/breastfeeding-mainmenu-33/430-mastitis-laktasi.html 2009. Mastitis
Laktasi. Diunduh 18 November 2009 – 09:22 PM.
- Grace, Pierce A., Borley, Neil R. 2006. At Glace Ilmu Bedah Edisi Ketiga.
Jakarta: Erlangga.
- Guyton, Arthur C. Hall, John E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: EGC.
- http://www.bayisehat.com/breastfeeding-mainmenu-33/430-mastitis-laktasi.html
- http://legasi.blogspot.com/2007/01/fibroadenoma-mammae.html
-http://gurungeblog.wordpress.com/2008/10/31/sistem-reproduksi-pada-manusia- wanita/
- library.usu.ac.id/download/fk/obstetri-daulat.pdf Sibuea, D. 2003. Problema Ibu Menyusui Bayi. Diunduh 17 November 2009 – 08: 13 PM.
- Program Manajemen Laktasi, 2004. Buku Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta
- Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
- Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.
Selasa, 13 April 2010
TUGAS ASKEB IV PATOLOGIS MINGGU I
TUGAS ASUHAN KEBIDANAN IV DETEKSI DINI PENYULIT PERSALINAN
PERTEMUAN I OLEH IBU NOORMA HADIYATI,SST
Di susun Oleh:
ALIMAH (S.08.235)
KELAS : A
AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “”. Pembua. Pemanfaatan partograf pada setiap persalinan kala 1 fase aktif “ laporan ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat pada saat kuliah, dengan ilmu yang didapat saat praktik di lapangan serta untuk menambah pengetahuan dan wawasan kami.
Penulisan laporan ini dapat terselesaikan atas bimbingan dari berbagai pihak yang telah membantu kami, untuk itu kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Anggrita Sari, S.SI.T, M.Pd selaku Direktur Akbid Sari Mulia
2. Dosen pengajar Noorma Hadiyati,SST
Kami menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik Sdan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan. Akhirnya, harapan dari kami adalah semoga laporan ini dapat memberikan wawasan baru untuk kita semua.
Banjarmasin, Desember 2009
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut diciptakanlah Visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan cerminan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia dengan ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku, dan dalam lingkungan sehat, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2005 : 1).
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan tersebut, dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang antara lain ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian bayi, anak balita, dan ibu maternal, serta tingginya proporsi balita yang menderita gizi kurang; masih tingginya angka kematian akibat beberapa penyakit menular serta kecenderungan semakin meningkatnya penyakit tidak menular, kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu antar wilayah/daerah, gender, dan antar kelompok status sosial ekonomi, belum memadainya jumlah, penyebaran, komposisi, dan mutu tenaga kesehatan, serta terbatasnya sumber pembiayaan kesehatan dan belum optimalnya alokasi pembiayaan kesehatan (Departemen Kesehatan, 2005 : 1).
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat maka diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan, pemeliharaan, peningkatan kesehatan (Promotif), pencegahan penyakit (Preventif), penyembuhan penyakit (Kuratif), dan pemulihan kesehatan (Rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh, terarah, terpadu, dan berkesinambungan (Anonim, 2004: 67).
Berdasarkan pengamatan WHO, Angka Kematian Ibu adalah sebesar 500.000 jiwa dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 10.000.000 jiwa setiap tahunnya. Jumlah tersebut sebenarnya masih diragukan karena besar kemungkinan kematian ibu dan bayi yang tidak dilaporkan (Prawirohardjo, 2002).
Kondisi derajat kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih memprihatinkan, antara lain ditandai dengan masih tingginya AKB dan AKI. Berdasarkan data BPS tahun 2007, AKB di Indonesia menunjukkan angka yang masih tinggi yaitu 34 per 1.000 kelahiran hidup, dan menurut data SDKI 2007 AKI di Indonesia menunjukkan angka 228 per 100.000 kelahiran hidup (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Di Provinsi Jawa Barat tahun 2007 AKI maternal menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu mencapai 98 per 1.000 kelahiran hidup, dengan Angka Kematian Bayi tahun 2008 sedikitnya mencapai 38 per 1.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2008). Sedangkan AKI maternal pada tahun 2008 di Kabupaten Majalengka sebesar 131 per 1000 kelahiran hidup dengan jumlah kasus kematian bayi mencapai 106 per 1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2009).
Kematian maternal dapat terjadi pada saat pertama pertolongan persalinan. Penyebab utama kematian ibu adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, dan gestosis. Angka kematian maternal dan perinatal yang tinggi juga disebabkan oleh dua hal penting yang memerlukan perhatian khusus yaitu terjadinya partus terlantar atau partus lama dan terlambatnya melakukan rujukan (Manuaba, 1998). Sebagian besar penyebab kematian dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan dalam menolong persalinan, seperti penggunaan partograf dalam persalinan yaitu alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau, mengevaluasi dan menatalaksana persalinan. Partograf dapat digunakan untuk mendeteksi dini masalah dan penyulit dalam persalinan sehingga dapat sesegera mungkin menatalaksana masalah tersebut atau merujuk ibu dalam kondisi optimal. Instrumen ini merupakan salah satu komponen dari pemantauan dan penatalaksanaan proses persalinan secara lengkap (Depkes RI, 2007).
Dengan penerapan partograf diharapkan bahwa angka kematian maternal dan perinatal dapat diturunkan dengan bermakna sehingga mampu menunjang sistem kesehatan menuju tingkat kesejahteraan masyarakat. Kenyataannya keterampilan petugas tenaga kesehatan maupun penolng persalinan dalam penggunaan partograf masih kurang diterapkan. Oleh karena itu bagi calon tenaga kesehatan terutama mahasiswa institusi pendidikan kesehatan perlu dipersiapkan sedini mungkin untuk menguasai dan mengaplikasikan kemampuan partograf tersebut sedini mungkin. Jenjang pendidikan akademik diploma III merupakan jenjang pendidikan tinggi. Menurut Notoadmojo (2003) pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi dan semkin luas pengetahuannya.
Kenyataannya pengetahuan mahasiswa Tingkat II Semester III Program D III Kebidanan STIKes YPIB Majalengka tahun ajaran 2009/2010 masih rendah. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan penyebaran kuesioner kepad 75 mahasiswa tentang pengetahuan partograf diketahui sebesar 64,5% mahasiswa kurang memiliki pengetahuan tentang partograf .
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. Deteksi Dini Penyulit Persalinan
II. Pemanfaatan partograf pada setiap persalinan kala 1 fase aktif
A.Pengertian
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi
untuk membuat keputusan klinik.
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui periksa dalam.
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan dernikian juga
dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
c. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan k1inik dan asuhan atau tindakan yang diberikan
dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin
dan bayi baru 1ahir
Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu. Artikel ini akan memberikan gambaran mengenai kala satu persalinan dan asuhan bagi ibu selama waktu tersebut dan juga mendefenisikan proses fisiologis persalinan normal. Juga dijelaskan bagaimana cara memberikan asuhan sayang ibu selama persalinan, melakukan anamnesis dan melakukan pemeriksaan fisik pada ibu dalam persalinan. Selain itu, dikaji pula tentang deteksi dini dan penatalaksanaan awal berbagai masalah dan penyulit, kapan dan bagaimana cara merujuk ibu.
B.Tanda Dan Gejala
a. Nyeri abdomen yang bersifat intermiten setelah kehamilan 22 minggu.
b. Nyeri disertai lendir darah.
c. Adanya pengeluaran cairan dari vagina
C. Persalinan dibagi menjadi 4 kala yaitu :
1. Kala 1
Dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan servik sampai pembukaan lengkap yaitu 10 cm.
2. Kala 2
Dimulai ketika pembukaan sudah lengkap sampai bayi lahir.
3. Kala 3
Dimulai setelah lahirnya bayi dan berkhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban
4. Kala 4
Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir setelah 2 jam setelah itu
D. Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong persalinan
untuk:
a. Mencatat kemajuan persalinan
b. Mencatat kondisi ibu dan janinnya
c. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
d. Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalina
e. Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai
dan tepat wa
E. Partograf harus digunakan:
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen penting
dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua persalinan, baik
normal maupun patologis. Partograf sangat membantu penolong persalinan da1am
memantau, mengeva1uasi dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan
penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit.
b. Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik
bidan swasta, rumah sakit, dll).
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan
kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri, Bidan, Dokter Umum.
d. Residen dan Mahasiswa Kedokteran).
e. Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah
terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka
F. Partograf tidak dibuat pada kasus-kasus :
a. Partus prematuru.
b. Pada saat MRS pembukaan > 9 cm
c. Akan dilakukan seksio sesar elektif
d. Pada saat MRS akan dilakukan seksio sesar darurat
e. Bekas seksio sesar 2 kali
f. Bekas seksio sesar klasik
g. Kasus preeklampsia dan eklampsia
G. Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu:
a. Denyut jantung janin: setiap 1/2 jam
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap 4 jam
c. Nadi: setiap 1/2 jam
d. Pembukaan serviks: setiap 4 jam
e. Penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
f. Tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
g. Produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam
ika ditemui gejala dan tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi harus lebih
sering dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila pada diagnosis disebutkan adanya
penyulit dalam persalinan. Jika frekuensi kontraksi berkurang dalam satu atau dua jam
pertama, nilai ulang kesehatan dan kondisi aktual ibu dan bayinya.
Bila tidak ada tanda-tanda kegawatan atau penyulit, ibu boleh pulang dengan instruksi
untuk kembali jika kontraksinya menjadi teratur, intensitasnya makin kuat dan frekuensinya
meningkat. Apabila asuhan persalinan dilakukan di rumah, penolong persalinan hanya boleh
meninggalkan ibu setelah dipastikan bahwa ibu dan bayinya dalam kondisi baik. Pesankan
pada ibu dan keluarganya untuk menghubungi kembali penolong persalinan jika terjadi
peningkatan frekuensi kontraksi. Rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika fase laten
berlangsung lebih dari 8 jam.
H. Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan
Halaman depan partograf menginstruksikan observasi dimulai pada fase aktif persalinan dan
menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif
persalinan, yaitu:
a. Informasi tentang ibu:
1. nama, umur;
2. gravida, para, abortus (keguguran);
3. nomor catatan medikl/nomor puskesmas;
4. tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu);
5. waktu pecahnya selaput ketuban
b. Kondisi janin:
1. Djj;
2. Warna dan adanya air ketuban;
3. Penyusupan (molase) kepala janin
4. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;
5. 5. Garis waspada dan garis bertindak..
c. Jam dan waktu:
1. Waktu mulainya fase aktif pers'alinan;
2. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian .
d. Kontraksi uterus:
1. Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
2. Lama kontraksi (dalam detik) .
I. Mencatat Temuan Pada Partograf
a. lnformasi Tentang Ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan.
Waktu kedatangan (tertulis sebagai: jam atau pukul pada partograf) dan perhatikan
kemungkinan ibu datang dalam fase laten. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.
b. Kondisi Janin
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung janin (DJJ), air
ketuban dan penyusupan (kepala janin)
c. Denyut jantung janin
Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada tandatanda gawat janin). Setiap kotak di bagian atas partograf menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi
tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian
hubungkan yang satu dengan titik lainnya dengan garis tegas dan bersambung
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal pada angka 180 dan
100. Sebaiknya, penolong harus waspada bila DJJ mengarah hingga dibawah 120 atau diatas
160. untuk tindakan-tindakan segera yang harus dilakukan jika DJJ melampaui kisaran
normal ini. Catat tindakan-tindakan yang dilakukan pada ruang yang tersedia di salah satu
dari kedua sisi partograf.
d. Warna dan adanya air ketuban
e. Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan periksa dalam dan nilai warna air
ketuban jika selaput ketuban pecah.
f. Catat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah
Lajur DJJ.
Gunakan lambang-lambang berikut ini:
a) U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
b) J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jemih
c) M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
d) D : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
e) K :selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi ("kering")
Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin. Jika terdapat mekonium, pantau DJJ dengan seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin selama proses persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin (denyut jantung janin < 100 atau > 180 kali per menit) maka ibu harus segera dirujuk, Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat daruratan obstetri dan bayi baru lahir
g. Penyusupan (Molase) Tulang Kepala Janin
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu. Semakin besar detajat
penyusupan atau tumpang-tindih antar tulang kepala semakin menunjukkan risiko disproporsi
kepala-panggul (CPD). Ketidak-mampuan untuk berakomodasi atau disproporsi
ditunjukkan melalui derajat penyusupan atau tumpang-tindih (molase) yang berat sehingga tulang kepala yang saling menyusup, sulit untuk dipisahkan. Apabila ada
dugaan disproprosi kepala-panggul maka penting untuk tetap memantau kondisi janin
serta kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan dugaan proporsi kepala-panggul (CPD) ke fasilitas kesehatan rujukan.
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin.
Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambanglambang
berikut ini:
a. 0: tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi
b. 1 ; tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuha
c. 2: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahka
d. 3: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan. Angka0-10 yang tertera di kolom paling kiri adalah besamya dilatasi serviks. Nilai setiap angka
sesuai dengan besamya dilatasi serviks dalam satuan centimeter dan menempati lajur dan
kotak tersendiri.
Perubahan nilai atau perpindahan lajur satu ke lajur yang lain menunjukkan penambahan
dilatasi serviks sebesar 1 cm. Pada lajur dan kotak yang mencatat penurunan bagian terbawah
janin tercantum arigka 1-5 yang sesuai dengan metode perlimaan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya (Menentukan Penurunan Janin). Setiap kotak segi empat atau kubus
menunjukkan waktu 30 menit untuk pencatatat waktu pemeriksaan, denyut jantung janin,
kontraksi uterus dan frekuensi nadi ibu.
1. Pembukaan serviks
Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan Fisik dalam bab ini,
nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda
penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari
setiap pemeriksaan. Tanda 'X' harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan lajur
besamya pembukaan serviks.
Perhatikan:
• Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks yang sesuai dengan besamya
• pembukaan serviks pada fase aktif persalinan yang diperoleh dari hasil periksa dalam.
• Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan, temuan (pembukaan serviks) dari hasil periksa dalam harus dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang sesuai dengan bukaan serviks (hasil periksa dalam) dan cantumkan tanda 'X' pada ordinat atau titik silang garis dilatasi serviks dan garis waspada.
Hubungkan tanda 'X' dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus)
2. Penurunan bagian terbawah janin
Setap kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering (jika ditemukan tandatanda penyulit). Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul. Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin. Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm. Tulisan "Turunnya kepala" dan garis tidak terputus dari 0-5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda '0' yang ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai cantah, jika hasil pemeriksaan palpasi kepaia di atas simfisi pubis adalah 4/5 maka tuliskan tanda "0" di garis angka 4. Hubungkan tanda '0' dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus
3. Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana
pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya : fase aktif yang memanjang, serviks kaku, atau inersia uteri hipotonik, dll).
Pertimbangkan perlunya melakukan intervensi bermanfaat yang diperlukan, rnisalnya :
persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang memiliki
kemampuan untuk menatalaksana penyulit atau gawat darurat obstetri. Garis bertindak tertera
sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan serviks telah
melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka hal ini menunjukkan perlu
diakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan. Sebaiknya, ibu harus sudah berada di
tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.
Jam dan waktu
a. Waktu Mulainya Fase Aktif Persalinan Di bagian bawah partograf (pembukaan
serviks dan penurunan) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-12. Setiap kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.
b. Waktu Aktual Saat Pemeriksaan atau Penilaian Di bawah lajur kotak untuk waktu
mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan
berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit yang berhubungan dengan
lajur untuk pencatatan pembukaan serviks, DJJ di bagian atas dan lajur kontraksi
dan nadi ibu di bagian bawah. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan,
cantumkan pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catatkan waktu aktual
pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika hasil periksa
dalam menunjukkan pembukaan serviks adalah 6 cm pada pukul 15.00,
cantumkan tanda 'X' di garis waspada yang sesuai dengan lajur angka 6 yang
tertera di sisi luar kolom paling kiri dan catat waktu aktual di kotak pada lajur
waktu di bawah lajur pembukaan (kotak ke tiga dari kiri).
4. Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan cara mengisi kotak kontraksi yang tersedia dan disesuaikan dengan angka yang mencerrninkan temuan dari hasil pemeriksaan kontraksi . Sebagai contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam waktu satu kali 10 menit, maka lakukan pengisian pada 3 kotak kontraksi
J.Penatalaksanaan
a. Obat-Obatan Dan Cairan Yang Diberikan
Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk mencatat oksitosin,
obat-obat lainnya dan cairan IV
b. Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit
oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit.
c. Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam kotak yang sesuai
dengan kolom waktunya.
d. Kondisi Ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf, terdapat kotak atau ruang
untuk mencatat kondisi kesehatan dan kenyamanan ibu selama persalinan.
1. Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu.
• Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan (lebih sering jika
diduga adanya penyulit). Beri tanda titik (.) pada kolom waktu yang sesuai.
• Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih sering
jika diduga adanya penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang
sesuai.
Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika teIjadi peningkatan mendadak atau
diduga adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.
e. Volume urin, protein dan aseton
Ukur dan catat jumlahjproduksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkernih).
Jika memungkinkan, setiap kali ibu berkernih, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam
urin
f. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu
saat membuat catatan persalinan Asuhan, pengamatan dan/atau keputusan klinis mencakup:
a. Jumlah cairan per oral yang diberikan
b. Keluhan sakit kepala atau penglihatan (pandangan) kabur
c. Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (Obgin, bidan, dokter umum)
d. Persiapan sebelum melakukan rujukan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2005. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Anonim, 2004. Undang- Undang Praktek Kedoteran No.29. Jakarta : Fokus Media
Budiarto, Eko. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran sebagai Pengantar, Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan RI, 2005. Setiap 2 Jam Ibu Bersalin Meninggal Dunia .Jakarta. Tersedia : http//www.depkes.com .Akses tanggal 21-01-2010.
.2007 .Asuhan Persalinan Normal . Jakarta : JNPKKR
Dinkes Prov. Jabar. 2008 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2007. Bandung : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
Dinkes Kab. Majalengka. 2009. Profil Kesehatan Kabupaten Majalengka Tahun 2008. Majalengka : Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka
Manuaba, 1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Notoatmojo, Soekidjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Prawirhardjo. 2002. Pelayanan Maternal Neonatal . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sofyan. M, 2006, Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI, Jakarta.
Sugiyono. 2009. Statistik Metode Penelitian Kuanttatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV Alfabeta.
PERTEMUAN I OLEH IBU NOORMA HADIYATI,SST
Di susun Oleh:
ALIMAH (S.08.235)
KELAS : A
AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul “”. Pembua. Pemanfaatan partograf pada setiap persalinan kala 1 fase aktif “ laporan ini dimaksudkan agar mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat pada saat kuliah, dengan ilmu yang didapat saat praktik di lapangan serta untuk menambah pengetahuan dan wawasan kami.
Penulisan laporan ini dapat terselesaikan atas bimbingan dari berbagai pihak yang telah membantu kami, untuk itu kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Anggrita Sari, S.SI.T, M.Pd selaku Direktur Akbid Sari Mulia
2. Dosen pengajar Noorma Hadiyati,SST
Kami menyadari laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik Sdan saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan. Akhirnya, harapan dari kami adalah semoga laporan ini dapat memberikan wawasan baru untuk kita semua.
Banjarmasin, Desember 2009
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut diciptakanlah Visi Indonesia Sehat 2010, yang merupakan cerminan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia dengan ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku, dan dalam lingkungan sehat, serta memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2005 : 1).
Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan tersebut, dalam tiga dekade ini telah cukup berhasil meningkatkan derajat kesehatan. Namun demikian derajat kesehatan di Indonesia masih terhitung rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Permasalahan utama yang dihadapi adalah rendahnya kualitas kesehatan penduduk yang antara lain ditunjukkan dengan masih tingginya angka kematian bayi, anak balita, dan ibu maternal, serta tingginya proporsi balita yang menderita gizi kurang; masih tingginya angka kematian akibat beberapa penyakit menular serta kecenderungan semakin meningkatnya penyakit tidak menular, kesenjangan kualitas kesehatan dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu antar wilayah/daerah, gender, dan antar kelompok status sosial ekonomi, belum memadainya jumlah, penyebaran, komposisi, dan mutu tenaga kesehatan, serta terbatasnya sumber pembiayaan kesehatan dan belum optimalnya alokasi pembiayaan kesehatan (Departemen Kesehatan, 2005 : 1).
Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat maka diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan, pemeliharaan, peningkatan kesehatan (Promotif), pencegahan penyakit (Preventif), penyembuhan penyakit (Kuratif), dan pemulihan kesehatan (Rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh, terarah, terpadu, dan berkesinambungan (Anonim, 2004: 67).
Berdasarkan pengamatan WHO, Angka Kematian Ibu adalah sebesar 500.000 jiwa dan Angka Kematian Bayi (AKB) sebesar 10.000.000 jiwa setiap tahunnya. Jumlah tersebut sebenarnya masih diragukan karena besar kemungkinan kematian ibu dan bayi yang tidak dilaporkan (Prawirohardjo, 2002).
Kondisi derajat kesehatan masyarakat di Indonesia saat ini masih memprihatinkan, antara lain ditandai dengan masih tingginya AKB dan AKI. Berdasarkan data BPS tahun 2007, AKB di Indonesia menunjukkan angka yang masih tinggi yaitu 34 per 1.000 kelahiran hidup, dan menurut data SDKI 2007 AKI di Indonesia menunjukkan angka 228 per 100.000 kelahiran hidup (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Di Provinsi Jawa Barat tahun 2007 AKI maternal menunjukkan angka yang cukup tinggi yaitu mencapai 98 per 1.000 kelahiran hidup, dengan Angka Kematian Bayi tahun 2008 sedikitnya mencapai 38 per 1.000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, 2008). Sedangkan AKI maternal pada tahun 2008 di Kabupaten Majalengka sebesar 131 per 1000 kelahiran hidup dengan jumlah kasus kematian bayi mencapai 106 per 1000 kelahiran hidup (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2009).
Kematian maternal dapat terjadi pada saat pertama pertolongan persalinan. Penyebab utama kematian ibu adalah trias klasik yaitu perdarahan, infeksi, dan gestosis. Angka kematian maternal dan perinatal yang tinggi juga disebabkan oleh dua hal penting yang memerlukan perhatian khusus yaitu terjadinya partus terlantar atau partus lama dan terlambatnya melakukan rujukan (Manuaba, 1998). Sebagian besar penyebab kematian dapat dicegah dengan penanganan yang adekuat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan dalam menolong persalinan, seperti penggunaan partograf dalam persalinan yaitu alat bantu untuk membuat keputusan klinik, memantau, mengevaluasi dan menatalaksana persalinan. Partograf dapat digunakan untuk mendeteksi dini masalah dan penyulit dalam persalinan sehingga dapat sesegera mungkin menatalaksana masalah tersebut atau merujuk ibu dalam kondisi optimal. Instrumen ini merupakan salah satu komponen dari pemantauan dan penatalaksanaan proses persalinan secara lengkap (Depkes RI, 2007).
Dengan penerapan partograf diharapkan bahwa angka kematian maternal dan perinatal dapat diturunkan dengan bermakna sehingga mampu menunjang sistem kesehatan menuju tingkat kesejahteraan masyarakat. Kenyataannya keterampilan petugas tenaga kesehatan maupun penolng persalinan dalam penggunaan partograf masih kurang diterapkan. Oleh karena itu bagi calon tenaga kesehatan terutama mahasiswa institusi pendidikan kesehatan perlu dipersiapkan sedini mungkin untuk menguasai dan mengaplikasikan kemampuan partograf tersebut sedini mungkin. Jenjang pendidikan akademik diploma III merupakan jenjang pendidikan tinggi. Menurut Notoadmojo (2003) pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang maka makin mudah menerima informasi dan semkin luas pengetahuannya.
Kenyataannya pengetahuan mahasiswa Tingkat II Semester III Program D III Kebidanan STIKes YPIB Majalengka tahun ajaran 2009/2010 masih rendah. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan penyebaran kuesioner kepad 75 mahasiswa tentang pengetahuan partograf diketahui sebesar 64,5% mahasiswa kurang memiliki pengetahuan tentang partograf .
BAB II
TINJAUAN TEORI
I. Deteksi Dini Penyulit Persalinan
II. Pemanfaatan partograf pada setiap persalinan kala 1 fase aktif
A.Pengertian
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi
untuk membuat keputusan klinik.
Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
a. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks
melalui periksa dalam.
b. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan dernikian juga
dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
c. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik
kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan
laboratorium, membuat keputusan k1inik dan asuhan atau tindakan yang diberikan
dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin
dan bayi baru 1ahir
Persalinan adalah proses alamiah dimana terjadi dilatasi serviks, lahirnya bayi dan plasenta dari rahim ibu. Artikel ini akan memberikan gambaran mengenai kala satu persalinan dan asuhan bagi ibu selama waktu tersebut dan juga mendefenisikan proses fisiologis persalinan normal. Juga dijelaskan bagaimana cara memberikan asuhan sayang ibu selama persalinan, melakukan anamnesis dan melakukan pemeriksaan fisik pada ibu dalam persalinan. Selain itu, dikaji pula tentang deteksi dini dan penatalaksanaan awal berbagai masalah dan penyulit, kapan dan bagaimana cara merujuk ibu.
B.Tanda Dan Gejala
a. Nyeri abdomen yang bersifat intermiten setelah kehamilan 22 minggu.
b. Nyeri disertai lendir darah.
c. Adanya pengeluaran cairan dari vagina
C. Persalinan dibagi menjadi 4 kala yaitu :
1. Kala 1
Dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan pembukaan servik sampai pembukaan lengkap yaitu 10 cm.
2. Kala 2
Dimulai ketika pembukaan sudah lengkap sampai bayi lahir.
3. Kala 3
Dimulai setelah lahirnya bayi dan berkhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban
4. Kala 4
Dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir setelah 2 jam setelah itu
D. Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membantu penolong persalinan
untuk:
a. Mencatat kemajuan persalinan
b. Mencatat kondisi ibu dan janinnya
c. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
d. Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalina
e. Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai
dan tepat wa
E. Partograf harus digunakan:
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala satu persalinan dan merupakan elemen penting
dari asuhan persalinan. Partograf harus digunakan untuk semua persalinan, baik
normal maupun patologis. Partograf sangat membantu penolong persalinan da1am
memantau, mengeva1uasi dan membuat keputusan klinik, baik persalinan dengan
penyulit maupun yang tidak disertai dengan penyulit.
b. Selama persalinan dan kelahiran bayi di semua tempat (rumah, puskesmas, klinik
bidan swasta, rumah sakit, dll).
c. Secara rutin oleh semua penolong persalinan yang memberikan asuhan persalinan
kepada ibu dan proses kelahiran bayinya (Spesialis Obstetri, Bidan, Dokter Umum.
d. Residen dan Mahasiswa Kedokteran).
e. Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu mencegah
terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka
F. Partograf tidak dibuat pada kasus-kasus :
a. Partus prematuru.
b. Pada saat MRS pembukaan > 9 cm
c. Akan dilakukan seksio sesar elektif
d. Pada saat MRS akan dilakukan seksio sesar darurat
e. Bekas seksio sesar 2 kali
f. Bekas seksio sesar klasik
g. Kasus preeklampsia dan eklampsia
G. Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu:
a. Denyut jantung janin: setiap 1/2 jam
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap 4 jam
c. Nadi: setiap 1/2 jam
d. Pembukaan serviks: setiap 4 jam
e. Penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam
f. Tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam
g. Produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam
ika ditemui gejala dan tanda penyulit, penilaian kondisi ibu dan bayi harus lebih
sering dilakukan. Lakukan tindakan yang sesuai apabila pada diagnosis disebutkan adanya
penyulit dalam persalinan. Jika frekuensi kontraksi berkurang dalam satu atau dua jam
pertama, nilai ulang kesehatan dan kondisi aktual ibu dan bayinya.
Bila tidak ada tanda-tanda kegawatan atau penyulit, ibu boleh pulang dengan instruksi
untuk kembali jika kontraksinya menjadi teratur, intensitasnya makin kuat dan frekuensinya
meningkat. Apabila asuhan persalinan dilakukan di rumah, penolong persalinan hanya boleh
meninggalkan ibu setelah dipastikan bahwa ibu dan bayinya dalam kondisi baik. Pesankan
pada ibu dan keluarganya untuk menghubungi kembali penolong persalinan jika terjadi
peningkatan frekuensi kontraksi. Rujuk ibu ke fasilitas kesehatan yang sesuai jika fase laten
berlangsung lebih dari 8 jam.
H. Pencatatan Selama Fase Aktif Persalinan
Halaman depan partograf menginstruksikan observasi dimulai pada fase aktif persalinan dan
menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif
persalinan, yaitu:
a. Informasi tentang ibu:
1. nama, umur;
2. gravida, para, abortus (keguguran);
3. nomor catatan medikl/nomor puskesmas;
4. tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika di rumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu);
5. waktu pecahnya selaput ketuban
b. Kondisi janin:
1. Djj;
2. Warna dan adanya air ketuban;
3. Penyusupan (molase) kepala janin
4. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;
5. 5. Garis waspada dan garis bertindak..
c. Jam dan waktu:
1. Waktu mulainya fase aktif pers'alinan;
2. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian .
d. Kontraksi uterus:
1. Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit
2. Lama kontraksi (dalam detik) .
I. Mencatat Temuan Pada Partograf
a. lnformasi Tentang Ibu
Lengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat memulai asuhan persalinan.
Waktu kedatangan (tertulis sebagai: jam atau pukul pada partograf) dan perhatikan
kemungkinan ibu datang dalam fase laten. Catat waktu pecahnya selaput ketuban.
b. Kondisi Janin
Bagan atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan denyut jantung janin (DJJ), air
ketuban dan penyusupan (kepala janin)
c. Denyut jantung janin
Nilai dan catat denyut jantung janin (DJJ) setiap 30 menit (lebih sering jika ada tandatanda gawat janin). Setiap kotak di bagian atas partograf menunjukkan waktu 30 menit. Skala angka di sebelah kolom paling kiri menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi
tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang menunjukkan DJJ. Kemudian
hubungkan yang satu dengan titik lainnya dengan garis tegas dan bersambung
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal pada angka 180 dan
100. Sebaiknya, penolong harus waspada bila DJJ mengarah hingga dibawah 120 atau diatas
160. untuk tindakan-tindakan segera yang harus dilakukan jika DJJ melampaui kisaran
normal ini. Catat tindakan-tindakan yang dilakukan pada ruang yang tersedia di salah satu
dari kedua sisi partograf.
d. Warna dan adanya air ketuban
e. Nilai air kondisi ketuban setiap kali melakukan periksa dalam dan nilai warna air
ketuban jika selaput ketuban pecah.
f. Catat temuan-temuan dalam kotak yang sesuai di bawah
Lajur DJJ.
Gunakan lambang-lambang berikut ini:
a) U : selaput ketuban masih utuh (belum pecah)
b) J : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban jemih
c) M : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur mekonium
d) D : selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur darah
e) K :selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir lagi ("kering")
Mekonium dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan adanya gawat janin. Jika terdapat mekonium, pantau DJJ dengan seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin selama proses persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat janin (denyut jantung janin < 100 atau > 180 kali per menit) maka ibu harus segera dirujuk, Tetapi jika terdapat mekonium kental, segera rujuk ibu ke tempat yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat daruratan obstetri dan bayi baru lahir
g. Penyusupan (Molase) Tulang Kepala Janin
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepala bayi dapat
menyesuaikan diri terhadap bagian keras (tulang) panggul ibu. Semakin besar detajat
penyusupan atau tumpang-tindih antar tulang kepala semakin menunjukkan risiko disproporsi
kepala-panggul (CPD). Ketidak-mampuan untuk berakomodasi atau disproporsi
ditunjukkan melalui derajat penyusupan atau tumpang-tindih (molase) yang berat sehingga tulang kepala yang saling menyusup, sulit untuk dipisahkan. Apabila ada
dugaan disproprosi kepala-panggul maka penting untuk tetap memantau kondisi janin
serta kemajuan persalinan. Lakukan tindakan pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan dugaan proporsi kepala-panggul (CPD) ke fasilitas kesehatan rujukan.
Setiap kali melakukan periksa dalam, nilai penyusupan antar tulang (molase) kepala janin.
Catat temuan yang ada di kotak yang sesuai di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambanglambang
berikut ini:
a. 0: tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah dapat dipalpasi
b. 1 ; tulang-tulang kepala janin hanya saling bersentuha
c. 2: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi masih dapat dipisahka
d. 3: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih dan tidak dapat dipisahkan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan. Angka0-10 yang tertera di kolom paling kiri adalah besamya dilatasi serviks. Nilai setiap angka
sesuai dengan besamya dilatasi serviks dalam satuan centimeter dan menempati lajur dan
kotak tersendiri.
Perubahan nilai atau perpindahan lajur satu ke lajur yang lain menunjukkan penambahan
dilatasi serviks sebesar 1 cm. Pada lajur dan kotak yang mencatat penurunan bagian terbawah
janin tercantum arigka 1-5 yang sesuai dengan metode perlimaan seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya (Menentukan Penurunan Janin). Setiap kotak segi empat atau kubus
menunjukkan waktu 30 menit untuk pencatatat waktu pemeriksaan, denyut jantung janin,
kontraksi uterus dan frekuensi nadi ibu.
1. Pembukaan serviks
Dengan menggunakan metode yang dijelaskan di bagian Pemeriksaan Fisik dalam bab ini,
nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda
penyulit). Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap temuan dari
setiap pemeriksaan. Tanda 'X' harus dicantumkan di garis waktu yang sesuai dengan lajur
besamya pembukaan serviks.
Perhatikan:
• Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks yang sesuai dengan besamya
• pembukaan serviks pada fase aktif persalinan yang diperoleh dari hasil periksa dalam.
• Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan, temuan (pembukaan serviks) dari hasil periksa dalam harus dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka yang sesuai dengan bukaan serviks (hasil periksa dalam) dan cantumkan tanda 'X' pada ordinat atau titik silang garis dilatasi serviks dan garis waspada.
Hubungkan tanda 'X' dari setiap pemeriksaan dengan garis utuh (tidak terputus)
2. Penurunan bagian terbawah janin
Setap kali melakukan periksa dalam (setiap 4 jam), atau lebih sering (jika ditemukan tandatanda penyulit). Cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala (perlimaan) yang menunjukkan seberapa jauh bagian terbawah janin telah memasuki rongga panggul. Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin. Tapi ada kalanya, penurunan bagian terbawah janin baru terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7 cm. Tulisan "Turunnya kepala" dan garis tidak terputus dari 0-5, tertera di sisi yang sama dengan angka pembukaan serviks. Berikan tanda '0' yang ditulis pada garis waktu yang sesuai. Sebagai cantah, jika hasil pemeriksaan palpasi kepaia di atas simfisi pubis adalah 4/5 maka tuliskan tanda "0" di garis angka 4. Hubungkan tanda '0' dari setiap pemeriksaan dengan garis tidak terputus
3. Garis waspada dan garis bertindak
Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana
pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan adalah 1 cm per jam. Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai di garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya : fase aktif yang memanjang, serviks kaku, atau inersia uteri hipotonik, dll).
Pertimbangkan perlunya melakukan intervensi bermanfaat yang diperlukan, rnisalnya :
persiapan rujukan ke fasilitas kesehatan rujukan (rumah sakit atau puskesmas) yang memiliki
kemampuan untuk menatalaksana penyulit atau gawat darurat obstetri. Garis bertindak tertera
sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan serviks telah
melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka hal ini menunjukkan perlu
diakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan. Sebaiknya, ibu harus sudah berada di
tempat rujukan sebelum garis bertindak terlampaui.
Jam dan waktu
a. Waktu Mulainya Fase Aktif Persalinan Di bagian bawah partograf (pembukaan
serviks dan penurunan) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-12. Setiap kotak menyatakan satu jam sejak dimulainya fase aktif persalinan.
b. Waktu Aktual Saat Pemeriksaan atau Penilaian Di bawah lajur kotak untuk waktu
mulainya fase aktif, tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan satu jam penuh dan
berkaitan dengan dua kotak waktu tiga puluh menit yang berhubungan dengan
lajur untuk pencatatan pembukaan serviks, DJJ di bagian atas dan lajur kontraksi
dan nadi ibu di bagian bawah. Saat ibu masuk dalam fase aktif persalinan,
cantumkan pembukaan serviks di garis waspada. Kemudian catatkan waktu aktual
pemeriksaan ini di kotak waktu yang sesuai. Sebagai contoh, jika hasil periksa
dalam menunjukkan pembukaan serviks adalah 6 cm pada pukul 15.00,
cantumkan tanda 'X' di garis waspada yang sesuai dengan lajur angka 6 yang
tertera di sisi luar kolom paling kiri dan catat waktu aktual di kotak pada lajur
waktu di bawah lajur pembukaan (kotak ke tiga dari kiri).
4. Kontraksi uterus
Di bawah lajur waktu partograf, terdapat lima kotak dengan tulisan "kontraksi per 10 menit" di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan lamanya kontraksi dalam satuan detik
Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam waktu 10 menit dengan cara mengisi kotak kontraksi yang tersedia dan disesuaikan dengan angka yang mencerrninkan temuan dari hasil pemeriksaan kontraksi . Sebagai contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam waktu satu kali 10 menit, maka lakukan pengisian pada 3 kotak kontraksi
J.Penatalaksanaan
a. Obat-Obatan Dan Cairan Yang Diberikan
Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk mencatat oksitosin,
obat-obat lainnya dan cairan IV
b. Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit jumlah unit
oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan tetesan per menit.
c. Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam kotak yang sesuai
dengan kolom waktunya.
d. Kondisi Ibu
Bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan partograf, terdapat kotak atau ruang
untuk mencatat kondisi kesehatan dan kenyamanan ibu selama persalinan.
1. Nadi, tekanan darah dan suhu tubuh Angka di sebelah kiri bagian partograf ini berkaitan dengan nadi dan tekanan darah ibu.
• Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan (lebih sering jika
diduga adanya penyulit). Beri tanda titik (.) pada kolom waktu yang sesuai.
• Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama fase aktif persalinan (lebih sering
jika diduga adanya penyulit). Beri tanda panah pada partograf pada kolom waktu yang
sesuai.
Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika teIjadi peningkatan mendadak atau
diduga adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.
e. Volume urin, protein dan aseton
Ukur dan catat jumlahjproduksi urin ibu sedikitnya setiap 2 jam (setiap kali ibu berkernih).
Jika memungkinkan, setiap kali ibu berkernih, lakukan pemeriksaan aseton dan protein dalam
urin
f. Asuhan, pengamatan dan keputusan klinik lainnya
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan waktu
saat membuat catatan persalinan Asuhan, pengamatan dan/atau keputusan klinis mencakup:
a. Jumlah cairan per oral yang diberikan
b. Keluhan sakit kepala atau penglihatan (pandangan) kabur
c. Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya (Obgin, bidan, dokter umum)
d. Persiapan sebelum melakukan rujukan
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2005. Prosedur Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Anonim, 2004. Undang- Undang Praktek Kedoteran No.29. Jakarta : Fokus Media
Budiarto, Eko. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran sebagai Pengantar, Jakarta : EGC.
Departemen Kesehatan RI, 2005. Setiap 2 Jam Ibu Bersalin Meninggal Dunia .Jakarta. Tersedia : http//www.depkes.com .Akses tanggal 21-01-2010.
.2007 .Asuhan Persalinan Normal . Jakarta : JNPKKR
Dinkes Prov. Jabar. 2008 Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2007. Bandung : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat.
Dinkes Kab. Majalengka. 2009. Profil Kesehatan Kabupaten Majalengka Tahun 2008. Majalengka : Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka
Manuaba, 1998. Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBPSP
Notoatmojo, Soekidjo, 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Edisi Revisi, Rineka Cipta, Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan . Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Prawirhardjo. 2002. Pelayanan Maternal Neonatal . Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sofyan. M, 2006, Bidan Menyongsong Masa Depan, PP IBI, Jakarta.
Sugiyono. 2009. Statistik Metode Penelitian Kuanttatif Kualitatif dan R&D. Bandung : CV Alfabeta.
TUGAS ASKEB IV PATOLOGIS MINGGU I
TUGAS GINEKOLOGI
KELAINAN PADA SISTEM REPRODUKSI & PENANGGULANGANNYA
DI SUSUN OLEH :
EMMA JUNIATI ( S.08.244 )
IRMA YULIANASARI ( S.08.252 )
AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2010
• Vagina
~ Septum vagina
Sekat sagital di vagina dapat ditemukan di bagian atas vagina. Tidak jarang hal ini ditemukan dengan kelainan pada uterus, oleh karena ada gangguan dalam fusi atau kanalisasi kedua duktus mulleri.
Pada umumnya kelainan ini tidak menimbulkan keluhan pada yang bersangkutan, dan baru ditemukan pada pemeriksaan ginekologik. Darah haid juga keluar secara normal. Pada persalinan septum tersebut dapat robek spontan atau perlu disayat dan diikat. Tindakan tersebut dilakukan pula bila ada dispareuni.
~ Aplasia dan atresia vagina
Pada aplasia vagina kedua duktus mulleri mengadakan fusi, akan tetapi tidak berkembang dan tidak mengadakan kanalisasi, sehingga bila diraba hanya ditemukan jaringan yang tebal saja. Pada umumnya bila dijumpai aplasia vagina, maka sering pula ditemukan uterus yang rudimenter. Ovarium dapat pula menunjukkan hipoplasi atau menjadi polikistik.
Pada aplasia vagina tidak ada vagina, dan ditempatnya introitus vagina hanya terdapat cekungan yang dangkal atau yang agak dalam.
Disini terapi terdiri atas pembuatan vagina baru. Beberapa metode telah dikembangkan untuk keperluan itu. Operasi ini sebaiknya pada saat wanita yang bersangkutan akan menikah. Dengan demikian vagina baru dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa vagina buatan akan menyempit.
Pada atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi, sehingga terbentuk suatu septum yang horizontal. Septum itu dapat ditemukan pada bagian proksimal vagina, akan tetapi bias juga pada bagian bawah, di atas hymen ( atresia retrohimenalis ).
Bila penutupan vagina itu menyeluruh, menstruasi timbul tetapi darah haid tidak keluar. Terjadilah hematokolpos yang dapat mengakibatkan hematometra dan hematosalpinks.
~ Kista vagina
Dikenal dua macam kista kongenital :
1) Yang satu terjadi dari sisa-sisa epitel duktus mulleri,
2) Yang kedua terbentuk oleh sisa-sisa duktus gartner yang terletak di bagian anterolatelar vagina.
Pengobatan kedua jenis kista itu terdiri atas pengangkatan dengan pengupasannya simpainya.
• Uterus dan Tuba Fallopi
Kelainan – kelainan bawaan pada uterus dan kedua tuba adalah kelainan yang timbul pada pertumbuhan duktus mulleri berupa tidak terbentuknya satu atau kedua duktus, gangguan dalam kedua duktus, dan gangguan dalam kanalisasi setelah fusi. Kelainan-kelainan tersebut sering disertai oleh kelainan pada traktus urinarius, sedangkan ovarium sendiri biasanya normal.
~ Uterus terdiri atas 2 bagian yang simetris
1) Terdapat satu uterus, akan tetapi di dalamnya terdapat dua ruangan yang dipisahkan oleh suatu sekat. Sekat itu memisah kavum uteri seluruhnya (uterus septus) atau hanya sebagian (uterus subseptus).
2) Dari luar tampak dua hemiuterus, masing-masing mempunyai kavum uteri sendiri, atau 1 kavum uteri dibagi 2 bagian.
a) Uterus bikornis bikollis ( uterus didelphys )
Dua bagian terpisah sama sekali, dan tidak jarang ditemukan bersamaan dua vagina atau satu vagina dengan sekat.
b) Uterus bikornis unikollis
Uterus mempunyai satu serviks, akan tetapi terdapat 2 tanduk, masing-masing dengan 1 kavum uteri dan 1 tuba dan 1 ovarium.
c) Uterus arkuatus
Pada fundusuteri tampak cekungan, yang ke dalam diteruskan menjadi subseptum.
~ Uterus terdiri atas 2 bagian yang tidak simetris
Satu duktus mulleri berkembang normal, akan tetapi yang lain mengalami kelambatan dalam pertumbuhannya. Dalam hal ini hemiuterus tumbuh normal, sedang yang lain rudimenter. Tanduk rudimenter umumnya tidak berhubungan dengan kavum uteri dari tanduk yang normal, dan endometriumnya tidak berfungsi. Jika endometrium dari tanduk rudimenter berfungsi dan ada hubungan antara kedua kavum, maka darah haid dari tanduk rudimenter dapat keluar melalui tanduk yang normal. Jika endometrium berfungsi dan tidak ada komunikasi, maka darah haid berkumpul dalam tanduk rudimenter dan terjadi satu tumor.
Pada tanduk rudimenter, walaupun jarang, ada kemungkinan nidasi ovum yang telah dibuahi. Keadaan ini dapat sekonyong-konyong menimbulkan gejala akut seperti kehamilan ektopik terganggu.
25% dari wanita dengan kelainan uterus kembar itu tidak mengalami kesukaran-kesukaran, dapat hamil biasa dan bersalin biasa pula. Akan tetapi ada kemungkinan terjadi dismenorhoea, menoragia, dispareunia dan infertilitas. Kadang-kadang perlu dilakukan tindakan operasi, jika terdapat hematometra dan hematosalpinks di tanduk rudimenter, malahan pada kehamilan perlu dilakukan operasi darurat.
Dengan histerosalpingografi dapat ditemukan beberapa kelainan seperti uterus bikornis unikollis, uterus septus dan sebagainya. Begitu pula laparoskopi berguna untuk menegakkan diagnosis.
Tindakan pembedahan pada gangguan fusi dari uterus hanya dilakukan apabila ada indikasi ( abortus berulang , infertilitas, gangguan partus, gejala-gejala seperti kehamilan ektopik yang terganggu dan sebagainya ). Pada uterus arkuatus yang keras atau uterus bikornis unikollis operasi rekonstruksi menurut Strassman sering kali berguna.
• Ovarium
Tidak adanya kedua atau satu ovarium merupakan hal yang jarang terjadi. Biasanya tuba yang bersangkutan tidak ada pula. Ovarium tambahan dapat ditemukan pula; ovarium in kecil, dan letak jauh dari ovarium yang normal.
KELAINAN PADA SISTEM REPRODUKSI & PENANGGULANGANNYA
DI SUSUN OLEH :
EMMA JUNIATI ( S.08.244 )
IRMA YULIANASARI ( S.08.252 )
AKADEMI KEBIDANAN SARI MULIA
BANJARMASIN
2010
• Vagina
~ Septum vagina
Sekat sagital di vagina dapat ditemukan di bagian atas vagina. Tidak jarang hal ini ditemukan dengan kelainan pada uterus, oleh karena ada gangguan dalam fusi atau kanalisasi kedua duktus mulleri.
Pada umumnya kelainan ini tidak menimbulkan keluhan pada yang bersangkutan, dan baru ditemukan pada pemeriksaan ginekologik. Darah haid juga keluar secara normal. Pada persalinan septum tersebut dapat robek spontan atau perlu disayat dan diikat. Tindakan tersebut dilakukan pula bila ada dispareuni.
~ Aplasia dan atresia vagina
Pada aplasia vagina kedua duktus mulleri mengadakan fusi, akan tetapi tidak berkembang dan tidak mengadakan kanalisasi, sehingga bila diraba hanya ditemukan jaringan yang tebal saja. Pada umumnya bila dijumpai aplasia vagina, maka sering pula ditemukan uterus yang rudimenter. Ovarium dapat pula menunjukkan hipoplasi atau menjadi polikistik.
Pada aplasia vagina tidak ada vagina, dan ditempatnya introitus vagina hanya terdapat cekungan yang dangkal atau yang agak dalam.
Disini terapi terdiri atas pembuatan vagina baru. Beberapa metode telah dikembangkan untuk keperluan itu. Operasi ini sebaiknya pada saat wanita yang bersangkutan akan menikah. Dengan demikian vagina baru dapat digunakan dan dapat dicegah bahwa vagina buatan akan menyempit.
Pada atresia vagina terdapat gangguan dalam kanalisasi, sehingga terbentuk suatu septum yang horizontal. Septum itu dapat ditemukan pada bagian proksimal vagina, akan tetapi bias juga pada bagian bawah, di atas hymen ( atresia retrohimenalis ).
Bila penutupan vagina itu menyeluruh, menstruasi timbul tetapi darah haid tidak keluar. Terjadilah hematokolpos yang dapat mengakibatkan hematometra dan hematosalpinks.
~ Kista vagina
Dikenal dua macam kista kongenital :
1) Yang satu terjadi dari sisa-sisa epitel duktus mulleri,
2) Yang kedua terbentuk oleh sisa-sisa duktus gartner yang terletak di bagian anterolatelar vagina.
Pengobatan kedua jenis kista itu terdiri atas pengangkatan dengan pengupasannya simpainya.
• Uterus dan Tuba Fallopi
Kelainan – kelainan bawaan pada uterus dan kedua tuba adalah kelainan yang timbul pada pertumbuhan duktus mulleri berupa tidak terbentuknya satu atau kedua duktus, gangguan dalam kedua duktus, dan gangguan dalam kanalisasi setelah fusi. Kelainan-kelainan tersebut sering disertai oleh kelainan pada traktus urinarius, sedangkan ovarium sendiri biasanya normal.
~ Uterus terdiri atas 2 bagian yang simetris
1) Terdapat satu uterus, akan tetapi di dalamnya terdapat dua ruangan yang dipisahkan oleh suatu sekat. Sekat itu memisah kavum uteri seluruhnya (uterus septus) atau hanya sebagian (uterus subseptus).
2) Dari luar tampak dua hemiuterus, masing-masing mempunyai kavum uteri sendiri, atau 1 kavum uteri dibagi 2 bagian.
a) Uterus bikornis bikollis ( uterus didelphys )
Dua bagian terpisah sama sekali, dan tidak jarang ditemukan bersamaan dua vagina atau satu vagina dengan sekat.
b) Uterus bikornis unikollis
Uterus mempunyai satu serviks, akan tetapi terdapat 2 tanduk, masing-masing dengan 1 kavum uteri dan 1 tuba dan 1 ovarium.
c) Uterus arkuatus
Pada fundusuteri tampak cekungan, yang ke dalam diteruskan menjadi subseptum.
~ Uterus terdiri atas 2 bagian yang tidak simetris
Satu duktus mulleri berkembang normal, akan tetapi yang lain mengalami kelambatan dalam pertumbuhannya. Dalam hal ini hemiuterus tumbuh normal, sedang yang lain rudimenter. Tanduk rudimenter umumnya tidak berhubungan dengan kavum uteri dari tanduk yang normal, dan endometriumnya tidak berfungsi. Jika endometrium dari tanduk rudimenter berfungsi dan ada hubungan antara kedua kavum, maka darah haid dari tanduk rudimenter dapat keluar melalui tanduk yang normal. Jika endometrium berfungsi dan tidak ada komunikasi, maka darah haid berkumpul dalam tanduk rudimenter dan terjadi satu tumor.
Pada tanduk rudimenter, walaupun jarang, ada kemungkinan nidasi ovum yang telah dibuahi. Keadaan ini dapat sekonyong-konyong menimbulkan gejala akut seperti kehamilan ektopik terganggu.
25% dari wanita dengan kelainan uterus kembar itu tidak mengalami kesukaran-kesukaran, dapat hamil biasa dan bersalin biasa pula. Akan tetapi ada kemungkinan terjadi dismenorhoea, menoragia, dispareunia dan infertilitas. Kadang-kadang perlu dilakukan tindakan operasi, jika terdapat hematometra dan hematosalpinks di tanduk rudimenter, malahan pada kehamilan perlu dilakukan operasi darurat.
Dengan histerosalpingografi dapat ditemukan beberapa kelainan seperti uterus bikornis unikollis, uterus septus dan sebagainya. Begitu pula laparoskopi berguna untuk menegakkan diagnosis.
Tindakan pembedahan pada gangguan fusi dari uterus hanya dilakukan apabila ada indikasi ( abortus berulang , infertilitas, gangguan partus, gejala-gejala seperti kehamilan ektopik yang terganggu dan sebagainya ). Pada uterus arkuatus yang keras atau uterus bikornis unikollis operasi rekonstruksi menurut Strassman sering kali berguna.
• Ovarium
Tidak adanya kedua atau satu ovarium merupakan hal yang jarang terjadi. Biasanya tuba yang bersangkutan tidak ada pula. Ovarium tambahan dapat ditemukan pula; ovarium in kecil, dan letak jauh dari ovarium yang normal.
Langganan:
Postingan (Atom)